A.
Ancaman dari
al-Qur’an
“Orang-orang
yang memakan harta riba itu tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan, lantaran (tekanan) penyakit gila.” (TQS.
al- Baqarah [2]: 275)
Orang yang
melakukan praktek-praktek riba, kelak di hari kiamat, perilakunya bagaikan
orang yang kesurupan setan yang tercekik . Abdullah bin Abbas menerangkan
mengenai ayat ini, bahwa kelak di hari kiamat akan dikatakan kepada para
pemakan riba: ‘Angkatlah senjatamu untuk berperang’. Muhammad Ali
ash-Shabuni lebih lanjut menerangkan dalam tafsirnya: “Dipersamakannya
pemakan riba dengan orang-orang yang kesurupan adalah suatu ungkapan yang halus
sekali, yaitu Allah memasukkan riba kedalam perut mereka, lalu barang itu
memberatkan mereka, sehingga sempoyongan, jatuh bangun. Hal ini menjadi
ciri-ciri mereka di hari kiamat sehingga semua orang mengenalnya.”
“Kemudian jika kamu
tidak mau mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu.” (TQS.
al-Baqarah [2]: 279)
Maksud dari
ayat ini, jika seseorang tidak mau meninggalkan aktivitas riba, maka ketahuilah
baginya berhak untuk diperangi di dunia, dan di akhirat kelak akan dilempar ke
dalam api neraka karena melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya .
Lafadz harbun
dengan bentuk nakirah, adalah untuk menunjukkan besarnya masalah ini,
lebih-lebih dengan menisbatkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Seolah-olah Allah
memaklumkan: ‘Percayalah, akan ada suatu peperangan yang dahsyat dari Allah dan
Rasul-Nya yang tidak mungkin dapat dikalahkan. Hal ini mengisyaratkan akibat-akibat
yang paling mengenaskan yang pasti akan dialami oleh para pemakan riba’. Adapun
lafadz kaffar dan atsim, yang termasuk sighat mubalaghah,
yang artinya menunjukkan banyak kekufuran
dan banyak berbuat dosa (dalam QS.
al-Baqarah [2]: 276) melukiskan bahwa keharaman riba itu keras sekali, termasuk
perbuatan orang- orang kafir dan bukan perbuatan orang-orang Islam.
Barangsiapa
yang merenungkan makna ayat-ayat tadi dengan segala kandungannya seperti
gambaran yang akan menimpa para pemakan riba, orang yang menghalalkannya, maka
dia akan mengetahui betapa keadaan mereka kelak di akhirat. Mereka akan
dikumpulkan dalam keadaan gila dan kesurupan, kekal di neraka, dipersamakan
dengan orang kafir, akan mendapatkan perlawanan dari Allah dan Rasul-Nya yang
mustahil terkalahkan. Itulah balasan mereka yang masih melakukan
praktek-praktek riba termasuk orang-orang yang menghalalkannya. Na’udzu-
billahi min dzalika.
B.
Ancaman Hadits dan
Pendapat Sahabat
Tidak ada
seorang muslim pun yang tidak mengetahui bahwa melakukan riba adalah sesuatu
yang terlarang dan harus dihindari. Bahkan riba termasuk salah satu dosa besar.
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Tinggalkanlah tujuh hal yang dapat membinasakan ....(salah satunya
adalah) memakan riba.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Oleh karena
itu, orang yang melakukan riba akan mendapatkan laknat dari Allah, sebagaimana
diriwayatkan dari Jabir, bahwasanya Rasulullah saw telah melaknat orang yang
memakan riba, yang memberi makan, penulisnya, dan dua orang saksinya. Dan
beliau bersabda:
“Mereka itu sama
(yaitu yang memakan riba, memberinya, menuliskannya, dan yang menyaksikannya.” (HR. Muslim dan Bukhari dari Abu Hudzaifah)
Di dalam hadits-hadits yang lain
dinyatakan bahwa perbuatan riba lebih menjijikkan dari pada perbuatan zina.
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi saw bersabda:
“Riba itu mempunyai
73 pintu, sedangkan yang paling ringan adalah seperti seseorang yang mengawini
ibunya.” (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim)
“Satu dirham yang
diperoleh seseorang dari hasil riba, lebih besar dosanya 36 kali dari perbuatan
zina dalam Islam.” (HR. Baihaqi dari
Anas bin Malik)
Dalam menanggapi QS. al-Baqarah [2]: 275, Abdullah bin Abbas ra
berkata: “Siapa saja yang masih tetap mengambil riba dan tidak mau
meninggalkannya, maka telah menjadi kewajiban bagi seorang Imam (Khalifah)
untuk menasihati orang-orang tersebut. Jika mereka masih tetap keras kepala,
maka seorang Imam dibolehkan untuk memenggal lehernya.” Menurut Muhammad Ali
Sais, jika seseorang melakukan riba tetapi tidak bertaubat, maka seorang Imam
harus menghukumnya dengan hukuman ta’zir.
Berdasarkan keterangan di atas, apabila
Negara Islam telah berdiri, maka praktek-prektek riba, apapun bentuk dan
namanya, harus dihapuskan. Orang yang masih melakukan riba akan menghadapi
sanksi yang sangat keras di dunia, dan di akhirat kelak akan mendapatkan
dirinya dilemparkan kekal di neraka. Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:
“Tatkala malam aku
di mi’rajkan, aku melihat suatu kaum yang perut mereka bagaikan rumah, tampak
di dalamnya ular-ular berjalan keluar. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu
wahai Jibril?” Jawab Jibril: “Mereka adalah para pemakan riba”.
Barangkali ada baiknya jika kita meneladani bagaimana
sikap para sahabat dalam menghadapi persoalan ini. Diriwayatkan bahwa Umar ra
berkata: “Diantara ayat-ayat yang terakhir turunnya, adalah ayat tentang riba,
dan Rasulullah meninggal dunia sebelum menerangkan perinciannya kepada kami. Oleh karena itu, tinggalkanlah riba dan
setiap hal yang meragukan”.
Bagi kaum Muslim yang telah mengetahui
persoalan ini hendaknya bertindak sami’na wa atha’na, kami dengar dan
kami mentaatinya, oleh karena haramnya riba telah sampai kepada kita.
Tidak ada hak bagi seorang pun untuk mencari-cari alasan guna
menghindari haramnya hukum riba, dan tidak ada dalil sedikitpun yang
membolehkan persoalan ini dari keharamannya. Tidak ada seruan yang paling baik
dalam masalah ini selain apa yang diserukan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada
ketaatan terhadap makhluk dalam hal melanggar persoalan-persoalan yang
bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Tidakkah kita membayangkan
betapa dahsyatnya balasan bagi para pelaku riba, pedihnya siksaan yang akan
mereka alami, dan sepanjang hidupnya mendapatkan laknat dari Allah dan
Rasul-Nya? Ayat riba memperingatkan kepada kita:
“Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya. (TQS. al-Baqarah
[2]: 275)
0 komentar:
Posting Komentar